
Ekonom Sentil Tax Amnesty
smart-money.co – Ekonom Achmad Nur Hidayat, pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta, mengkritik RUU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) dalam Prolegnas prioritas 2025. Ia menyebut kebijakan ini tidak efektif, menguntungkan pemodal besar, dan merusak keadilan fiskal serta legitimasi negara. Oleh karena itu, artikel ini mengulas kritik Achmad, dampak kebijakan, dan solusi alternatif, berdasarkan SindoNews per 21 September 2025, 09:51 WIB, dengan tambahan dari CNN Indonesia dan Kemenkeu.
Ekonom Sentil Tax Amnesty: Kritik Achmad Nur Hidayat
Achmad menilai Tax Amnesty beri peluang pemodal besar “membersihkan” kepatuhan pajak dengan denda kecil. Selain itu, pelaku UMKM yang taat pajak tidak dapat fasilitas serupa. Dengan demikian, kebijakan ini ibarat sekolah mengampuni siswa mencontek tanpa menghargai siswa jujur. Misalnya, pemodal besar manfaatkan konsultan hukum untuk optimalkan amnesty, sementara UMKM terabaikan. Untuk itu, Achmad sebut ini picu ketidakadilan prosedural, erosi ketaatan pajak sukarela. Oleh sebab itu, Ekonom Sentil Tax Amnesty soroti dampak buruk.
Dampak Pengampunan Pajak Berulang
Pengampunan pajak berulang rugikan wajib pajak taat. Selain itu, menurut Achmad, kebijakan ini melemahkan fondasi keadilan fiskal. Dengan kata lain, wajib pajak merasa kepatuhan mereka tak dihargai, sehingga ketaatan pajak menurun. Misalnya, amnesty sebelumnya (2016-2017) hanya beri manfaat sementara, dengan repatriasi dana Rp147 triliun, jauh di bawah target Rp1.000 triliun, menurut CNN Indonesia. Untuk itu, pemodal besar dominasi manfaat via struktur hukum kompleks. Oleh sebab itu, legitimasi negara terancam.
Konteks dan Kontroversi Kebijakan
RUU Tax Amnesty 2025 muncul di tengah tekanan peningkatan penerimaan pajak. Selain itu, pemerintah ingin tarik dana offshore, tapi kritik Achmad sejalan dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Purbaya tolak amnesty berulang: “Nanti kita dikibulin terus,” ungkapnya via Kemenkeu. Dengan demikian, kebijakan ini picu perdebatan. Misalnya, pengusaha besar dukung, tapi ekonom dan UMKM khawatir ketimpangan. Untuk itu, fokus pada penguatan administrasi pajak lebih disarankan. Oleh karena itu, kebijakan ini butuh evaluasi mendalam.
Solusi Alternatif untuk Keadilan Fiskal
Achmad usul perkuat sistem pajak berbasis teknologi, seperti e-filing dan data analytics, untuk tingkatkan kepatuhan tanpa amnesty. Selain itu, beri insentif pajak untuk UMKM taat, seperti potongan tarif atau pelatihan perpajakan. Dengan demikian, keadilan fiskal terjaga. Misalnya, program pelatihan pajak digital di Singapura tingkatkan kepatuhan UMKM 20%, menurut CNN Indonesia. Untuk itu, Indonesia bisa adopsi model serupa. Oleh sebab itu, alternatif ini kurangi ketergantungan pada amnesty.
Kesimpulan
Ekonom Sentil Tax Amnesty karena RUU 2025 untungkan pemodal besar, rusak keadilan fiskal. Oleh karena itu, Achmad soroti erosi ketaatan dan legitimasi. Dengan demikian, solusi teknologi dan insentif UMKM lebih baik.