Ketimpangan Makin Lebar,
smart-money.co – Ketimpangan makin lebar di Indonesia, di mana 1% orang terkaya kuasai hampir 50% total kekayaan nasional. Sebagai contoh, Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar (Cak Imin) soroti isu ini dalam keynote speech Seminar Proyeksi Ekonomi Indonesia 2026 oleh INDEF, dikutip Jumat (21/11/2025). Selain itu, meski rasio Gini turun ke 0,38, pertumbuhan makro tidak sejalan dengan kekuatan ekonomi rumah tangga. Dengan demikian, Cak Imin sebut “makro tumbuh, mikro hanya bertahan”. Oleh karena itu, artikel ini sajikan fakta ketimpangan, penyebab, dampak, dan langkah pemerintah 2025–2026.
Fakta Ketimpangan Ekonomi Indonesia 2025
Ketimpangan makin lebar terlihat dari data BPS dan INDEF. Pertama, 1% orang terkaya (sekitar 2,8 juta orang) kuasai 49,8% kekayaan nasional (Rp15.000 triliun dari Rp30.000 triliun). Kedua, 50% orang termiskin (140 juta orang) hanya kuasai 9,8%. Selanjutnya, Gini ratio 0,38 (turun dari 0,40 di 2023), tapi tetap tinggi di ASEAN. Keempat, INDEF proyeksi PDB 2026 5%, tapi kemiskinan 8,8% dan pengangguran 4,75%. Kelima, inflasi 2,8%, kurs Rp16.100/USD. Akhirnya, 10 orang terkaya (Forbes 2025) kuasai Rp2.506 triliun, lebih dari 114 juta penduduk miskin. Akibatnya, pertumbuhan inklusif lambat.
| Indikator | Data 2025 | Sumber |
|---|---|---|
| Kekayaan 1% Kaya | 49,8% | BPS/INDEF |
| Kekayaan 50% Miskin | 9,8% | BPS |
| Gini Ratio | 0,38 | BPS |
| PDB Proyeksi 2026 | 5% | INDEF |
| Kemiskinan 2026 | 8,8% | INDEF |
Penyebab Ketimpangan Makin Lebar
Ketimpangan makin lebar akibat faktor struktural. Pertama, konsentrasi kekayaan di Jakarta (65% PDB nasional). Kedua, sektor informal 60% tenaga kerja, gaji rendah. Selanjutnya, akses pendidikan & kesehatan tidak merata. Keempat, kebijakan pajak progresif lemah (efektif rate 10%). Kelima, digital divide: 40% desa tanpa internet cepat. Akhirnya, pandemi tambah 2,7 juta orang miskin. Akibatnya, Gini turun tapi kekayaan terkonsentrasi.
Dampak Sosial-Ekonomi
Ketimpangan makin lebar berdampak luas. Pertama, kemiskinan ekstrem 0% target 2026 terancam. Kedua, konflik sosial naik 15% (data Kemendagri). Selanjutnya, produktivitas turun 10% karena akses modal rendah. Keempat, kesehatan jiwa terganggu (depresi +20%). Kelima, migrasi desa-kota tambah 5 juta jiwa. Akhirnya, pertumbuhan 5% tidak inklusif. Akibatnya, target SDGs 2030 meleset.
Langkah Pemerintah 2025–2026
Ketimpangan makin lebar jadi prioritas. Pertama, Cak Imin minta sinergi pusat-daerah-swasta untuk 0% kemiskinan ekstrem 2026. Kedua, reformasi pajak progresif. Selanjutnya, program BLT digital & pendidikan vokasi. Keempat, investasi infrastruktur desa. Kelima, kolaborasi riset akademisi. Akhirnya, INDEF: “Makro tumbuh, mikro bertahan – butuh pemerataan”. Akibatnya, Gini target 0,35 di 2026.
Ketimpangan makin lebar: 1% kaya 50%. Oleh karena itu, Gini 0,38. Sebagai contoh, Jakarta 65% PDB. Selain itu, informal 60%. Dengan demikian, target 0% kemiskinan. Akibatnya, sinergi 2026!
